Oleh : Fadhli Yafas
Pembicaraan dan upaya untuk merumuskan pola-pola pengolahan sumber daya alam yang lebih lestari dan ramah lingkungan semakin intensif dilakukan. Kecemasan akan dampak yang lebih parah dari problem perubahan iklim (climate change) telah mendorong berbagai pihak untuk berfikir lebih keras demi menemukan cara-cara alternatif yang dapat menggantikan berbagai pola dan praktek yang selama ini terbukti menghasilkan kerusakan dan berbagai dampak negatif. Termasuk dalam bidang pertanian.
Evaluasi belakangan ini menunjukkan, berbagai dampak negatif bagi lingkungan muncul sebagai buah dari praktek pertanian konvensional yang berbasis pada revolusi hijau dengan fokus penggunaan pupuk kimia dan racun kimia secara intensif. Kerusakan struktur tanah, pencemaran tanah dan air serta pelepasan gas rumah kaca N2O adalah contoh dari problem lingkungan yang dihasilkan pola pertanian berbasis bahan-bahan anorganik. Untuk itu pengembangan model-model pertanian yang kondusif bagi lingkungan menjadi keniscayaan. Salah satu model yang akan dibicarakan disini adalah model pertanian yang mengaplikasikan penggunaan mikroorganisma yang menguntungkan yaitu Mikoriza.
Penggunaan Mikoriza (mycorrhizae) telah lama dikenal dalam budidaya tanaman, terutama tanaman hortikultura dan tanaman hutan. Mikoriza merupakan sebuah bentuk simbiosis antara jamur dengan akar tanaman. Hubungan antara jamur dan akar pohon tersebut bersifat saling menguntungkan (mutualisme), yaitu jamur membantu penyerapan unsur hara (terutama fosfor) dan air dari dalam tanah, sebaliknya pohon inang menyediakan sumber karbon hasil fotosintesa untuk jamur. Nama Mikoriza sendiri dikenalkan oleh ahli botani Jerman Albert Bernard Frank pada tahun 1885.
Secara umum dikenal dua tipe mikoriza yaitu endomikoriza dan ektomikoriza (Rao, 1994). Perbedaan dari kedua tipe berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang. Endomikoriza memiliki pola infeksi inang dengan cara penembusan dinding sel akar kemudian masuk ke dalam sel dan membentuk massa hifa di dalam sel, sementara ektomikoriza hifanya menembus akar, namun tidak sampai menembus dinding sel akar, hifanya berkembang di sekitar sel korteks membentuk mantel.
Sebagaimana lazimnya jamur, mikoriza berkembang melalui spora. Spora mikoriza dapat tumbuh pada beberapa kondisi iklim dan kelembapan tanah. Menurut Solaiman dan Hirata (1995), Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti pada lahan sawah. Pada iklim yang ekstrem pun mikoriza masih dapat berkembang, seperti pada lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998). Disinilah dapat terlihat potensi penggunaan mikoriza pada berbagai variasi iklim dan kondisi lahan.
Simbiosis Mikoriza dan Tanaman
Sebagaimana telah disebutkan, antara mikoriza dan tanaman dapat terbentuk suatu hubungan saling menguntungkan. Karena sifatnya yang memberi keuntungan pada tanaman ini, Killham (1994) menyebutkan, inokulasi jamur mikoriza dapat dikatakan sebagai ‘biofertilization”, baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan. Keuntungan yang diperoleh tanaman dari keberadaan mikoriza adalah sebagai berikut:
a. Perbaikan Struktur Tanah
Struktur tanah memegang peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Salah satu aspek penting dari struktur tanah adalah agregasi tanah. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa jamur VAM (salah satu jenis mikoriza) menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa jamur VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.
b. Peningkatan serapan Fosfor (P)
Fosfor adalah salah unsur makro yang dibutuhkan tumbuhan. Fosfor diserap oleh tumbuhan terutama dalam bentuk ion fosfat baik dalam bentuk bentuk H2PO4 – dan H2PO4 – 2 . Kekurangan fosfor pada tumbuhan dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme dan pertumbuhan. Padi padi misalnya, kekurangan fosfor dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah daun, malai dan bulir padi, bahkan dapat mengakibatkan tanaman tidak berbuah sama sekali. Salah satu fungsi penting mikoriza dalam hal ini, mikoriza mampu meningkatkan penyerapan mikoriza. Akar tanaman yang diselubungi oleh mikoriza dapat menyerap fosfor dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal yang dimiliki mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah yang kemudian diubah menjadi polifosfat. Senyawa polifosfat ini dipindahkan kedalam hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh tanaman.
c. Meningkatkan Penyerapan Air
Inokulasi mikoriza pada akar tanaman dapat membantu penyerapan air. Anas (1997) menyebutkan, penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Keberadaan hifa mikoriza dapat membantu menyerap air pada saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah.
d. Melindungi dari Logam Berat.
Killham (1994) dalam Soil Ecology menyebutkan, Mikoriza dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat. Mekanisme perlindungan yang diberikan oleh Mikoriza ini dapat berupa filtrasi unsur-unsur racun, menonaktifkan secara kimiawi atau menumpuk unsur racun tersebut dalam hifa sehingga tidak terserap oleh akar tanaman.
Aplikasi Mikoriza pada Tanaman Padi
Salah satu potensi pemanfaatan mikoriza adalah pada tanaman padi. Gencarnya upaya untuk melakukan pertanaman padi dengan pola organik memberi peluang untuk pengembangan lebih lanjut pemanfaatan mikoriza pada tanaman padi. Salah satu percobaan aplikasi mikoriza pada tanaman padi dilakukan oleh para peneliti Banglades pada tahun 1997. Para peneliti tersebut yaitu Tanzima Yeasmin, Parmita Zaman, Ataur Rahman, Nurul Absar dan Nurus Saba Khanum berasal dari Department of Biochemistry and Molecular Biology, University of Rajshahi, Bangladesh. Penelitian yang dilakukan membandingkan aplikasi mikoriza (Mikoriza Arbuskular) dan penggunaan pupuk kimia pada tanaman padi. Dari penelitian yang dilakukan didapat data bahwa aplikasi mikoriza memberikan hasil yang cukup memuaskan dibandingkan dengan pemberian pupuk kimia. Dalam penelitian ada dua perlakukan pemberian pupuk kimia. Pertama perlakukan dengan pupuk kimia campuran yang terdiri dari urea, potasium, triple super posphate, zinc sulfate dan gypsum sebagai sumber kalsium, dengan dosis secara masing-masingnya 220, 85, 120, 10 dan 70 kg/ha. Perlakuan pemberian pupuk kedua adalah pemberian pupuk urea tunggal dengan dosis 220 kg/ha.
Selain secara visual, hasil yang cukup signifikan dari aplikasi minoriza diketahui juga dari pengukuran berat kering semaian padi. Dari pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini didapat hasil sebagai berikut : padi kontrol (35,25 gr), padi dengan urea tunggal (38,8 gr), padi dengan pupuk majemuk (40 gr), padi dengan mikoriza (64,7 gr) dan padi dengan perlakuan triple super phospate + mikoriza (37 gr).
Dengan penelitian ini semakin memberi harapan, bahwa aplikasi mikoriza dapat diterapkan pada berbagai variasi tanaman, mulai dari tanaman hutan hingga tanaman pangan.
Sumber : https://web.whatsapp.com/ GroupWA, pesan dari : Jia Widodo